Kisah Penyebab Kekalahan dan Kematian Gatotkaca dalam Perang Baratayudha


Kisah kepahlawanan Gatot Kaca berawal dari mulainya kekalahan demi kekalahan di pihak Kurawa. Setelah Resi Drona gugur di tangan Drestajumena, Prabu Sujudana nampak muram dan takut kekalahannya di ambang mata. Akhirnya Adipati Karna maju sebagai panglima perang.

Kresna memberi saran agar Gatot Kaca yang maju menghadapi tantangan Karna. Pasalnya, kesaktian dan kemampuan Gatot Kaca terbang akan mampu menghindari kegesitan Karna dalam memanah.

Sebelum berangkat ke medan laga, Gatot Kaca meminta bantuan Ki Lurah Semar untuk menahan Pandawa dan keturunannnya agar tidak keluar pada malam tersebut. Saat itu ada tiga raksasa, Alembana, Alembusa, dan Srenggiwana yang merupakan anak dari raksasa Jata Sura. Mereka hendak membalas dendam kematian ayah mereka yang tewas di tangan Bima.

Akhirnya Gatot Kaca bersama pasukan Pringgadani menghadapi pasukan Karna bersama prajurit Awangga. Pertempuran berlangsung seimbang.

Karna dan Gatot Kaca seolah mengamuk di medan laga. Karna sangat kesal anak panahnya tak mampu mengenai Gatot Kaca. Bahkan tak diduganya, Gatot Kaca mampu menyemburkan ribuan anak panah dari mulutnya. Anak panah tersebut hampir mengenai lengannya. Karna sangat murka.

Ia menimbang-nimbang untuk menggunakan senjata andalannya, Kontawijaya Danu, apalagi setelah melihat banyaknya prajurit Awangga yang tewas.

Di satu sisi, Gatot Kaca harus membagi konsentrasinya. Ada dua raksasa yang bersiap melumatnya. Satu raksasa, Srenggiwana telah tewas oleh keris sakti Bambang Irawan, putra Arjuna dengan putri Uluwati. Namun, Bambang Irawan juga tak tertolong karena lehernya sempat digigit.

Di sisi lain dari pihak Pandawa, Arjuna mencari Jayadrata di medan pertempuran, Arjuna menghancurkan satu aksauhini (109.350 tentara) prajurit Korawa. Pasukan Korawa melindungi Jayadrata dengan baik, untuk mencegah Arjuna menyerangnya.

Akhirnya, menjelang sore, Arjuna mendapati bahwa Jayadrata dikawal oleh Karna dan lima kesatria perkasa lainnya.

Setelah melihat keadaan temannya, Kresna mengangkat Sudarsana Cakra-nya untuk menutupi matahari, menipu seolah-olah matahari terbenam. Seluruh prajurit menghantikan pertempuran karena merasa bahwa siang hari telah berakhir.

Dengan demikian, Jayadrata tanpa perlindungan. Saat matahari menampakkan sinar terakhirnya di hari tersebut, Arjuna menembakkan panah dahsyatnya yang kemudian memenggal kepala Jayadrata.


Pertempuran berlanjut setelah matahari terbenam. Saat bulan tampak bersinar, Gatotkaca, putra Bima membunuh banyak kesatria, dan menyerang lewat udara.

Karna menghadapinya lalu mereka bertarung dengan sengit, sampai akhirnya Karna mengeluarkan Indrastra, sebuah senjata surgawi yang diberikan kepadanya oleh Dewa Indra.


Gatotkaca yang menerima serangan tersebut lalu memperbesar ukuran tubuhnya. Ia gugur seketika kemudian jatuh menimpa ribuan prajurit Korawa.


KEMARAHAN PANDAWA SETELAH KEMATIAN GATOTKACA

Waktu pihak Astina mengetahui bahwa Gatotkaca tewas mereka bersorak bergembira. Sebaliknya pihak Pandawa berkabung. Hampir semua prajurit Pandawa menangis. Semangat tempur mereka hampir lumpuh.

Kemudian secara mendadak dan serentak seluruh Pandawa mengamuk. Prabu Puntadewa sendiri dan Arjuna mengamuk seperti orang mabuk. Ayah Gatotkaca ialah Bima juga mengamuk sambil tangannya sesekali mengusap air mata. Teringat-ingat kembali saat ia dan Gatotkaca kecil bercengkerama di Hutan amarta bersama isterinya Dewi Arimbi.

Puntadewa dan Arjuna juga berpikir tentang hal yang hampir sama, penderitaan mereka di hutan Amarta sempat terhibur dengan kehadiran Gatotkaca kecil, sehingga mereka sudah menganggap Gatotkaca seperti anaknya sendiri.

Gada Bima diputar-putar dengan sangat bertenaga dengan tenaga kemarahan dan kesedihan hatinya, banyak sekali korban di pihak Kurawa bahkan korban tewas dikalangan raja-raja yang berpihak pada Kurawa, adipati serta satria-satria yang berperang di pihak Kurawa.

Pendeta Durna memerintahkan kepada Kurawa agar memperbaiki gelar perang. Satu malam suntuk peperangan berlangsung dengan dahsyatnya dan menguras tenaga, dan baru berhenti ketika mereka sama sama kabur karena kelelahan dan mengantuk.

DEWI ARIMBI BAKAR DIRI

Tiba-tiba munculah di medan perang yang masih banyak prajurit membereskan senjata yang masih bisa digunakan, Dewi Arimbi istri Bima, ibu dari Gatotkaca. Ia menyatakan ingin mati bakar diri bersama jenasah putranya di medan perang. Arimbi meminta ijin dan berpamitan kepada suaminya Bima, Bima memeluk istrinya dan tak mampu melarang karena dia tahu begitu cintanya Isterinya kepada anaknya Gatotkaca. Setelah itu Dewi Arimbi berpamitan juga dengan Dewi Kunti dan Pendawa lainnya. Begitu mengharukan peristiwa itu.

Setelah semua pandawa merelakan kepergiannya ia mendekati jenasah puteranya, sesampai disitu dia berbaring dan minta segera dibakar bersama puteranya. Bima tak mampu menyaksikan pemandangan itu dan tertunduk sambil berdoa kepada Dewa agar Jiwa mereka diperbolehkan bersemayam dalam damai di Suralaya.

Itulah kisah singkat Tentang Penyebab Kekalahan dan Kematian Gatotkaca, Semoga Bermanfaat dan Menambah pengetahuan kita.