Kemenyan dalam Sudut Pandang Islam


Banyak yang masih percaya membakar kemenyan hanya sebagai alat untuk ritual-ritual pada dukun, bahkan dijaman sekarang ini juga masih banyak dilakukan, pada acara-acara tertentu, tapi dalam islam membakar kemenyan termasuk sunnah nabi dan mempunyai banyak manfaat.

Banyak orang masih menganggap kemenyan hanya sebagai alat untuk ritual-ritual mistik pada dukun, pengantar sesajen penyembah berhala (kebiasaan orang musyrik), dan semacamnya.

Mereka mengindentikkan bau kemenyan dengan pemanggilan arwah dan aroma yang menyeramkan (angker), yang dikira akan bisa membuat para lelembut dan setan-setan berdatangan.

Kemenyan di Lingkungan Indonesia

Memang, wajar saja jika banyak masyarakat, khususnya di Indonesia, yang risih dan alergi atau kurang sreg dengan barang antik bernama kemenyan tersebut.

Sebab di Indonesia, umumnya kemenyan yang bentuknya seperti kristal diletakkan diatas bara api dalam wadah tanah liat memang menjadi trade mark para dukun dan paranormal.

Berulangkali kita menyaksikan film-film horor Indonesia, dari zaman film Suzanna yang benar-benar seram sampai di era masa kini seperti film horor saat ini yang benar-benar tidak mendidik; selalu menggunakan kemenyan dan kembang-kembang aneka rupa.

Fenomena seperti itu sering nampang di hamparan tikar para dukun, dipopulerkan di film-film layar lebar, lantas bertemakan horor, semakin menambah pandangan sinis orang terhadap kemenyan.

Namun kenyataannya, di Indonesia kemenyan banyak digunakan bukan saja oleh pihak-pihak penggemar mistik sebagaimana disebutkan diatas.

Dibeberapa pondok pesantren, kemenyan di bakar ketika hendak melaksanakan shalat tarawih dalam sebuah wadah, yang bertujuan untuk memberikan aroma yang harum (khas kemenyan) didalam ruangan ataupun di masjid.

Di beberapa daerah, kemenyan dibakar ketika berlangsungnya acara walimatul 'ursy (acara pernikahan), ada juga yang membakar kemenyan pada setiap kali pertemuan seperti majelis ta'lim, majelis tahlil, acara selamatan (tasyakkuran), tempat ziarah (seperti makam para wali) dan lain sebagainya.

Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

Di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram, kemenyan kerap hadir di beberapa acara seperti acara wisuda Tahfidh, acara penyucian/ pembersihan Ka'bah, dan lain sebagainya.

Hal itu untuk mengharumkan udara dan menyenangkan jiwa pada peziarah. Karena menurut salah satu hadits Nabi, para malaikat itu suka bau-bau yang wangi dan membenci bau-bau busuk.

Tak hanya di Masjid Nabawi, Penjelasan tentang membakar kemenyan juga telah dijelaskan pada zaman sunan kalijaga dan ditambahi oleh Ustadz Abdul Somad

Berikut video penjelasannya :



Hadits Mengenai Penggunaan Kemenyan

Kemenyan dizaman Nabi dan Salafush Shaleh juga menjadi bagian dari beberapa ritual umat Islam.

Nabi Muhammad SAW dan para Sahabat sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik yang berasal dari minyak wangi hingga kemenyan, sebagaimana disebutkan didalam berbagai hadits.

Misalnya hadits shohih riwayat Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari berikut ini :

 عَنْ نَافِعٍ، قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ «إِذَا اسْتَجْمَرَ اسْتَجْمَرَ بِالْأَلُوَّةِ، غَيْرَ مُطَرَّاةٍ وَبِكَافُورٍ، يَطْرَحُهُ مَعَ الْأَلُوَّةِ» ثُمَّ قَالَ: «هَكَذَا كَانَ يَسْتَجْمِرُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dari Nafi’, ia berkata, "Apabila Ibnu Umar mengukup mayat (membakar kemenyan), maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampurkan dengan kapur barus. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam ketika mengukup jenazah (membakar kemenyan untuk mayat)”. (HR. Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ، ... الى قوله ... وَوَقُودُ مَجَامِرِهِمْ الأَلُوَّةُ - قَالَ أَبُو اليَمَانِ: يَعْنِي العُودَ -، وَرَشْحُهُمُ المِسْكُ

"Dari Abi Hurairah radliyalahu 'anh, bahwa Rosulullah  Shallallahu 'alayhi wa Sallam bersabda : "Golongan penghuni surga yang pertama kali masuk surga adalah berbentuk rupa bulan pada malam bulan purnama, … (sampai ucapan beliau) …, nyala perdupaan mereka adalah gaharu, Imam Abul Yaman berkata, maksudnya adalah kayu gaharu” (HR. Imam Bukhari)

Demikian juga hadits shahih riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya,

عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا أَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ، فَأَجْمِرُوهُ ثَلَاثًا

 “Dari Abu Sufyan, dari Jabir, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : Apabila kalian mengukup mayyit diantara kalian, maka lakukanlah sebanyak 3 kali” (HR. Ahmad)

Shahih Ibnu Hibban juga meriwayatkan sebuah shahih (atas syarat Imam Muslim):

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فأوتروا

“Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian mengukup mayyit, maka ukuplah dengan bilangan ganti (ganjilkanlah)” (HR. Ibnu Hibban, diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah)

Disebutkan juga bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berwasiat ketika telah meninggalkan dunia, supaya kain kafannya di ukup.

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِأَهْلِهَا: «أَجْمِرُوا ثِيَابِي إِذَا مِتُّ، ثُمَّ حَنِّطُونِي، وَلَا تَذُرُّوا عَلَى كَفَنِي حِنَاطًا وَلَا تَتْبَعُونِي بِنَارٍ

“Dari Asma` binti Abu Bakar bahwa dia berkata kepada keluarganya; "Berilah uap kayu gaharu (ukuplah) pakaianku jika aku meninggal. Taburkanlah hanuth (pewangi mayat) pada tubuhku. Janganlah kalian tebarkan hanuth pada kafanku, dan janganlah mengiringiku dengan membawa api."

Riwayat shahih ini terdapat dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, As-Sunan Al-Kubro Imam Al-Baihaqi. Bahkan, ada juga riwayat tentang meng-ukup masjid:

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ، وَخُصُومَاتِكُمْ وَحُدُودَكُمْ وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ وَجَمِّرُوهَا يَوْمَ جَمْعِكُمْ، وَاجْعَلُوا عَلَى أَبْوَابِهَا مَطَاهِرَكُمْ

“Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kecil kalian, dari pertikaian diantara kalian, pendarahan kalian dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci kalian. (HR. Imam Al-Thabrani didalam Al-Mu’jram al-Kabir. Ibnu Majah, Abdurrazaq dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan redaksi yang hampar sama)

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah pernah menyebutkan dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala’ (5 /22 ) tentang biografi Nu’aim Bin Abdillah Al-Mujammar, sebagai berikut :

نعيم بن عبد الله المجمر المدني الفقيه ، مولى آل عمر بن الخطاب ، كان يبخر مسجد النبي صلى الله عليه وسلم .

“Nu’aim Bin Abdillah Al-Mujammar, ahli Madinah, seorang faqih, Maula (bekas budak) keluarga Umar Bin Khattab. Ia membakar kemenyan untuk membuat harum Masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”

Masih banyak lagi riwayat-riwayat yang serupa. Dan dari sebagian riwayat-riwayat yang disebutkan diatas, diketahui bahwa penggunaan kemenyan merupakan hal biasa pada masa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, demikian juga pada masa para sahabat dan seterusnya. Baik sebagai wangi-wangian maupun hal-hal yang bersifat keagamaan.

Hingga Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pun pernah berkomentar mengenai kemenyan ini didalam kitabnya Zadul Ma’ad (4/315) yakni mengenai kemenyan India :

العود الهندي نوعان، أحدهما: يستعمل في الأدوية وهو الكست، ويقال له: القسط وسيأتي في حرف القاف. الثاني: يستعمل في الطيب، ويقال له: الألوة. وقد روى مسلم في " صحيحه ": عن ابن عمر رضي الله عنهما، أنه ( «كان يستجمر بالألوة غير مطراة، وبكافور يطرح معها، ويقول: هكذا كان يستجمر رسول الله صلى الله عليه وسلم،» ) وثبت عنه في صفة نعيم أهل الجنة ( «مجامرهم الألوة» )

”Kayu gaharu india itu ada dua macam. Pertama adalah kayu gaharu yang digunakan untuk pengobatan, yang dinamakan kayu al-Kust. Ada juga yang menyebutnya dengan al-Qusth, menggunakan hurug “Qaf”. Kedua adalah yang digunakan sebagai pengharum, yang disebut Uluwwah. Dan sungguh Imam Muslim telah meriwayatkan didalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anh, bahwa beliau (Ibnu Umar) mengukup mayyit dengan kayu gaharu yang tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampur dengan kayu gaharu. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam mengukup mayyit. Dan terbukti sebuah hadits lain riwayat Imam Muslim perihal mensifati keni’matan penghuni surga, yaitu “pengukupan/kemenyan ahli surga itu menggunakan kayu gaharu”.

Diantara Manfaat Kemenyan

Ternyata kemenyan juga memiliki banyak manfaat. Selain untuk wangi-wangian, juga sebagai pengobatan, bumbu rokok, bahkan untuk aroma terapi.

Kemenyan mengandung olibanol, materi resin, dan terpenes. Kandungan lain, saponin, flavonoida dan polifenol.

Dan kini para ilmuwan telah mengamati bahwa ada kandungan dalam kemenyan yang menghentikan penyebaran kanker. Namun, belum diketahui secara pasti kemungkinan kemenyan sebagai antikanker.

Namun dulu pada abad kesepuluh, Ibnu Sina, ahli pengobatan Arab, merekomendasikan kemenyan sebagai obat untuk tumor, bisul, muntah, disentri dan demam.

Dalam pengobatan tradisional Cina, kemenyan digunakan untuk mengobati masalah kulit dan pencernaan. Sedangkan di India, kemenyan digunakan untuk mengobati arthritis. Khasiat kemenyan sebagai obat arthritis tersebut mendapat dukungan dari penelitian laboratorium di Amerika Serikat.

Kemenyan yang biasa digunakan untuk urusan mistis ternyata berdasarkan hasil penelitian juga mampu menurunkan kadar kolesterol jahat.

Penelitian yang dilakukan oleh King Abd Al-Aziz University di Arab Saudi menemukan bahwa kemenyan bisa menurunkan kadar kolesterol jahat.

Kemenyan, menurut peneliti Nadia Saleh Al-Amoudi, bisa dipadukan dengan materi dari tumbuhan lainnya untuk meningkatkan kesehatan jantung. Akan tetapi, masih belum ditemukan cara yang jelas agar manusia bisa mengonsumsinya. Selain itu juga bermanfaat untuk mengatasi sakit tenggorokan, hidung mampat, bekas luka dan luka bakar. Sumber