Kita semua sepakat bahwa kondisi hati manusia tidaklah selamanya stabil. Kadang kala ia bahagia dan kadang kala bersedih, ada kalanya semangat ada kalanya merasa malas dan berat beraktivitas. Begitu jualah kondisi hati kaum muslimin dalam beribadah. Tentunya, rasa malas atau berat beribadah tidak layak terjadi pada ibadah fardhu, karena ia wajib kita laksanakan dengan penuh ridha dan ikhlas. Namun dalam ibadah sunnah dan amalan sholeh lainnya kondisi ini biasa menimpa kita, dan itu sebenarnya lumrah.
Suatu hari dua orang sahabat datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang dari keduanya mengadu seraya berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya (aku merasa) syari’at Islam begitu banyak bagiku. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang mudah untuk kuamalkan.” Maka beliau bersabda: “Hendaklah lisanmu senantiasa basah karena berdzikir (mengingat) Allah.”[1]
Di tengah kesibukan sehari-hari, tugas yang menumpuk dan tanggung jawab yang kian berat terkadang kita merasa tidak punya waktu cukup untuk memaksimalkan ibadah dan amal sholeh. Sehingga kita mendambakan solusi jitu untuk menyinergikan antara keinginan untuk mendapat pahala berlipat ganda dengan amalan sederhana dengan kewajiban menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab yang tiada hentinya.
Dalam artikel ini penulis akan mencoba mengajukan solusi mudah untuk mengatasi dilema tersebut, melalui tiga trik berikut:
Pertama: Manajemen Niat
Banyak sekali perbuatan dan amalan yang kita lakukan sehari-hari berlalu begitu saja, tanpa bernilai ibadah. Padahal dengan menata niat secara baik, kita mampu meraih pahala yang berlimpah, apalagi kita tidak tahu amalan mana yang akan membawa kita ke surga nantinya.
Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata: “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil karena niat.” [2]
Di antara ungkapan yang populer di kalangan thullabul ilmi adalah [النية تجارة العلماء” [3″; Niat adalah bisnisnya ulama. Maksudnya adalah bahwa ulama menjadikan niat sebagai modal utama untuk meraih keuntungan ukhrawi. Mereka senantiasa berusaha menghadirkan niat ikhlas serta mengharap ridha dan ganjaran hanya dari Allah ‘Azza wa Jalla dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Dengan niat ikhlas mereka mengubah amalan yang pada dasarnya bukan ibadah menjadi bernilai ibadah.
Ulama senantiasa menghadirkan niat ikhlas dalam setiap amal wajib maupun sunnah yang pada dasarnya bukan merupakan ibadah, seperti memberi nafkah kepada anak istri, membayar utang, dll. Mereka menghadirkan niat ikhlas mengharap ridha Allah saat meninggalkan perbuatan haram. Mereka juga melakukan perkara mubah seperti tidur, makan, dll. dengan niat ikhlas dan mengharap ridha Allah semata.
Zubaid Al-Yami rahimahullah berkata: “Sesungguhnya aku gemar berniat di segala sesuatu, hingga saat makan dan minum.” Beliau juga berkata: “Berniatlah di segala sesuatu yang engkau inginkan kebaikan, hingga (jika) engkau keluar ke tempat sampah.” [4]
Semua ini adalah implementasi dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.“ [5]
Maka, marilah membiasakan diri menata niat dengan baik, dengan senantiasa berusaha menghadirkan niat ikhlas sebelum melakukan aktivitas baik apa saja.
Kedua: Koleksi Niat
Maksudnya menggabungkan beberapa niat dalam satu amalan. Amalan yang kita lakukan umumnya terbagi dua, yakni ibadah yang diperintahkan atau dianjurkan dalam syari’at dan amalan duniawi yang tidak diperintahkan atau dianjurkan secara spesifik, namun dengan niat ikhlas dapat bernilai ibadah.
Pada bagian pertama, yakni ibadah yang diperintahkan dan dianjurkan dalam syari’at, ulama menetapkan beberapa syarat agar koleksi niat dapat diterapkan dengan tepat. Di antara syarat tersebut:
1. Ibadah-ibadah tersebut harus sejenis.
Contohnya menggabungkan satu niat shalat dengan shalat lainnya dalam dua rakaat. Menggabungkan niat satu puasa sunnah dengan puasa sunnah lainnya.
2. Ibadah tersebut tidak diperintahkan secara khusus dengan hukum, jumlah dan tata cara tersendiri.
Jika ada perintah secara spesifik, baik hukum, tata cara, maupun jumlah tertentu, maka niatnya tidak bisa digabungkan.
Contohnya, niat shalat shubuh tidak bisa digabungkan dengan shalat sunnah qabliyah (sebelum shubuh). Karena masing-masing ibadah ini diperintahkan secara spesifik.
3. Salah satu dari ibadah tersebut tidak terikat dengan yang lainnya.
Jika ia terikat atau tergantung dengan ibadah lainnya, maka niat keduanya tidak bisa digabungkan.
Contohnya, niat mengqadha puasa Ramadhan tidak bisa digabungkan dengan niat puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Karena puasa 6 hari di bulan Syawal dianjurkan bagi mereka yang telah menyempurnakan puasa Ramadhan.
Begitu pula shalat sunnah qabliah sebelum shubuh tidak bisa digabungkan dengan shalat shubuh, karena ia terkait atau tergantung dengan shalat shubuh. Jika shalat shubuh tidak ada, maka shalat sunnah sebelumnya juga tidak ada.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka kita dapat menggabungkan beberapa niat ibadah dalam satu amalan sekaligus. Contohnya:
Dengan menggabungkan niat dalam satu ibadah atau amal tertentu, maka insya Allah kita dapat meraih banyak pahala hanya dengan satu amalan.
Ketiga: Amalan Sederhana Pahala Luar Biasa.
Jika rajin membaca ayat-ayat Allah dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kita akan menemukan banyak amalan yang kita rasa sangat sederhana namun Allah menjanjikan imbalan yang luar biasa. Kita hanya perlu lebih rajin lagi membaca kitab-kitab yang merangkum amalan tersebut,[6] kemudian membiasakan diri untuk mengamalkannya secara konsisten. Berikut beberapa contoh dari amalan tersebut:
1. Berzikir, mengingat Allah Ta’ala setiap saat.
Zikir termasuk ibadah yang paling agung setelah ibadah fardhu, namun ibadah ini juga sangat mudah diamalkan, hanya bermodal gerakan lisan disertai niat ikhlas dalam hati. Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati sahabat yang mengadu padanya – sesuai hadits yang pertama disebutkan di atas – untuk senantiasa berdzikir kepada Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya).” (QS. Al-Ankabut: 45)[7]
2. Wudhu’.
Berwudhu’ adalah perbuatan yang sangat mudah, tetapi memiliki pahala tiada tara. Mulai dari berwudhu’ dengan sempurna, berdoa’ setelahnya, hingga menutupnya dengan shalat dua raka’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa berwudhu’, lalu menyempurnakan wudhu’nya, niscaya kesalahan-kesalahannya akan keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.”[8]
Tidaklah ada seseorang di antara kalian yang berwudhu’, lalu menyempurnakan wudhu’nya, kemudian dia membaca doa ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abdullah warasuluh’ melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga, dia akan dipersilahkan masuk melalui pintu manapun yang dikehendakinya.”[9]
“Tidaklah seorang Muslim berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian mengerjakan shalat dua raka’at dengan menghadapkan hati dan wajahnya (kepada Allah), melainkan ia berhak memperoleh surga.”[10]
3. Membaca surat al-Ikhlas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur`an dalam satu malam (saja)?” Hal itu membuat mereka (para sahabat) merasa berat, (sehingga) mereka pun berkata: “Siapa di antara kami yang mampu melalukan hal itu, wahai Rasulullah?” Lalu Rasulullah bersabda: “Allahul Wahidush Shamad (surat al–Ikhlash), (adalah) sepertiga Al-Qur`an.”[11]
Dan masih banyak lagi amal ibadah lainnya yang mudah untuk dilakukan, namun dapat membawa pahala yang tak terbayangkan.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahi kita semangat yang tak pernah surut dalam beribadah kepada-Nya, serta memberi kita taufik untuk tetap meluruskan niat dalam segala perkataan dan perbuatan, kapan pun dan di manapun kita berada.
___________________________
[1] HR. Ahmad, no. 17698. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan sanad hadits ini shahih.
[2] Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, juz I, hal. 71.
[3] Ahmad Farid, Al-Bahr ar-Ra’iq Fi Az-Zuhdi wa Ar-Raqa’iq, hal. 19.
[4] Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, juz I, hal. 70.
[5] HR. Bukhari, no. 1, Muslim, no. 1907.
[6] Di antaranya kitab Tafsir al-Usyr al-Akhir (tafsir 1/10 terakhir Al-Qur’an), di bagian halaman belakang.
Kitab A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah, dengan dua bahasa; Arab dan Inggris, dapat didownload di sini (http://media.rasoulallah.net/our_library/alagr.pdf), dll.
[7] Sebagian ulama menafsirkan dzikir/mengingat Allah yang dimaksud dalam ayat ini dengan ‘shalat’.
[8] HR. Muslim, no. 245.
[9] HR. Muslim, no. 234.
[10] HR. Muslim, no. 234.
[11] HR. Bukhari, no. 5015.
Suatu hari dua orang sahabat datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang dari keduanya mengadu seraya berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya (aku merasa) syari’at Islam begitu banyak bagiku. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang mudah untuk kuamalkan.” Maka beliau bersabda: “Hendaklah lisanmu senantiasa basah karena berdzikir (mengingat) Allah.”[1]
Di tengah kesibukan sehari-hari, tugas yang menumpuk dan tanggung jawab yang kian berat terkadang kita merasa tidak punya waktu cukup untuk memaksimalkan ibadah dan amal sholeh. Sehingga kita mendambakan solusi jitu untuk menyinergikan antara keinginan untuk mendapat pahala berlipat ganda dengan amalan sederhana dengan kewajiban menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab yang tiada hentinya.
Dalam artikel ini penulis akan mencoba mengajukan solusi mudah untuk mengatasi dilema tersebut, melalui tiga trik berikut:
Pertama: Manajemen Niat
Banyak sekali perbuatan dan amalan yang kita lakukan sehari-hari berlalu begitu saja, tanpa bernilai ibadah. Padahal dengan menata niat secara baik, kita mampu meraih pahala yang berlimpah, apalagi kita tidak tahu amalan mana yang akan membawa kita ke surga nantinya.
Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata: “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak amal besar menjadi kecil karena niat.” [2]
Di antara ungkapan yang populer di kalangan thullabul ilmi adalah [النية تجارة العلماء” [3″; Niat adalah bisnisnya ulama. Maksudnya adalah bahwa ulama menjadikan niat sebagai modal utama untuk meraih keuntungan ukhrawi. Mereka senantiasa berusaha menghadirkan niat ikhlas serta mengharap ridha dan ganjaran hanya dari Allah ‘Azza wa Jalla dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Dengan niat ikhlas mereka mengubah amalan yang pada dasarnya bukan ibadah menjadi bernilai ibadah.
Ulama senantiasa menghadirkan niat ikhlas dalam setiap amal wajib maupun sunnah yang pada dasarnya bukan merupakan ibadah, seperti memberi nafkah kepada anak istri, membayar utang, dll. Mereka menghadirkan niat ikhlas mengharap ridha Allah saat meninggalkan perbuatan haram. Mereka juga melakukan perkara mubah seperti tidur, makan, dll. dengan niat ikhlas dan mengharap ridha Allah semata.
Zubaid Al-Yami rahimahullah berkata: “Sesungguhnya aku gemar berniat di segala sesuatu, hingga saat makan dan minum.” Beliau juga berkata: “Berniatlah di segala sesuatu yang engkau inginkan kebaikan, hingga (jika) engkau keluar ke tempat sampah.” [4]
Semua ini adalah implementasi dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.“ [5]
Maka, marilah membiasakan diri menata niat dengan baik, dengan senantiasa berusaha menghadirkan niat ikhlas sebelum melakukan aktivitas baik apa saja.
Kedua: Koleksi Niat
Maksudnya menggabungkan beberapa niat dalam satu amalan. Amalan yang kita lakukan umumnya terbagi dua, yakni ibadah yang diperintahkan atau dianjurkan dalam syari’at dan amalan duniawi yang tidak diperintahkan atau dianjurkan secara spesifik, namun dengan niat ikhlas dapat bernilai ibadah.
Pada bagian pertama, yakni ibadah yang diperintahkan dan dianjurkan dalam syari’at, ulama menetapkan beberapa syarat agar koleksi niat dapat diterapkan dengan tepat. Di antara syarat tersebut:
1. Ibadah-ibadah tersebut harus sejenis.
Contohnya menggabungkan satu niat shalat dengan shalat lainnya dalam dua rakaat. Menggabungkan niat satu puasa sunnah dengan puasa sunnah lainnya.
2. Ibadah tersebut tidak diperintahkan secara khusus dengan hukum, jumlah dan tata cara tersendiri.
Jika ada perintah secara spesifik, baik hukum, tata cara, maupun jumlah tertentu, maka niatnya tidak bisa digabungkan.
Contohnya, niat shalat shubuh tidak bisa digabungkan dengan shalat sunnah qabliyah (sebelum shubuh). Karena masing-masing ibadah ini diperintahkan secara spesifik.
3. Salah satu dari ibadah tersebut tidak terikat dengan yang lainnya.
Jika ia terikat atau tergantung dengan ibadah lainnya, maka niat keduanya tidak bisa digabungkan.
Contohnya, niat mengqadha puasa Ramadhan tidak bisa digabungkan dengan niat puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal. Karena puasa 6 hari di bulan Syawal dianjurkan bagi mereka yang telah menyempurnakan puasa Ramadhan.
Begitu pula shalat sunnah qabliah sebelum shubuh tidak bisa digabungkan dengan shalat shubuh, karena ia terkait atau tergantung dengan shalat shubuh. Jika shalat shubuh tidak ada, maka shalat sunnah sebelumnya juga tidak ada.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka kita dapat menggabungkan beberapa niat ibadah dalam satu amalan sekaligus. Contohnya:
- Niat qabliah fajar digabungkan dengan sunnah tahiyyatul masjid dan shalat sunnah wudhu’ dalam dua raka’at sekaligus.
- Niat shalat sunnah tahiyyatul masjid dengan shalat taubah dan istikharah dalam dua raka’at sekaligus.
- Niat puasa ayyamul bidh (3 hari setiap bulan) dengan puasa sunnah Arafah.
- Niat puasa 6 Syawal dengan ayyamul bidh.
- Menggabungkan beberapa niat yang dibolehkan syariat ketika hendak membaca Al-Qur’an, dll.
Dengan menggabungkan niat dalam satu ibadah atau amal tertentu, maka insya Allah kita dapat meraih banyak pahala hanya dengan satu amalan.
Ketiga: Amalan Sederhana Pahala Luar Biasa.
Jika rajin membaca ayat-ayat Allah dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kita akan menemukan banyak amalan yang kita rasa sangat sederhana namun Allah menjanjikan imbalan yang luar biasa. Kita hanya perlu lebih rajin lagi membaca kitab-kitab yang merangkum amalan tersebut,[6] kemudian membiasakan diri untuk mengamalkannya secara konsisten. Berikut beberapa contoh dari amalan tersebut:
1. Berzikir, mengingat Allah Ta’ala setiap saat.
Zikir termasuk ibadah yang paling agung setelah ibadah fardhu, namun ibadah ini juga sangat mudah diamalkan, hanya bermodal gerakan lisan disertai niat ikhlas dalam hati. Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati sahabat yang mengadu padanya – sesuai hadits yang pertama disebutkan di atas – untuk senantiasa berdzikir kepada Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya).” (QS. Al-Ankabut: 45)[7]
2. Wudhu’.
Berwudhu’ adalah perbuatan yang sangat mudah, tetapi memiliki pahala tiada tara. Mulai dari berwudhu’ dengan sempurna, berdoa’ setelahnya, hingga menutupnya dengan shalat dua raka’at. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa berwudhu’, lalu menyempurnakan wudhu’nya, niscaya kesalahan-kesalahannya akan keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.”[8]
Tidaklah ada seseorang di antara kalian yang berwudhu’, lalu menyempurnakan wudhu’nya, kemudian dia membaca doa ‘Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abdullah warasuluh’ melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga, dia akan dipersilahkan masuk melalui pintu manapun yang dikehendakinya.”[9]
“Tidaklah seorang Muslim berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, kemudian mengerjakan shalat dua raka’at dengan menghadapkan hati dan wajahnya (kepada Allah), melainkan ia berhak memperoleh surga.”[10]
3. Membaca surat al-Ikhlas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur`an dalam satu malam (saja)?” Hal itu membuat mereka (para sahabat) merasa berat, (sehingga) mereka pun berkata: “Siapa di antara kami yang mampu melalukan hal itu, wahai Rasulullah?” Lalu Rasulullah bersabda: “Allahul Wahidush Shamad (surat al–Ikhlash), (adalah) sepertiga Al-Qur`an.”[11]
Dan masih banyak lagi amal ibadah lainnya yang mudah untuk dilakukan, namun dapat membawa pahala yang tak terbayangkan.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahi kita semangat yang tak pernah surut dalam beribadah kepada-Nya, serta memberi kita taufik untuk tetap meluruskan niat dalam segala perkataan dan perbuatan, kapan pun dan di manapun kita berada.
___________________________
[1] HR. Ahmad, no. 17698. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan sanad hadits ini shahih.
[2] Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, juz I, hal. 71.
[3] Ahmad Farid, Al-Bahr ar-Ra’iq Fi Az-Zuhdi wa Ar-Raqa’iq, hal. 19.
[4] Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, juz I, hal. 70.
[5] HR. Bukhari, no. 1, Muslim, no. 1907.
[6] Di antaranya kitab Tafsir al-Usyr al-Akhir (tafsir 1/10 terakhir Al-Qur’an), di bagian halaman belakang.
Kitab A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah, dengan dua bahasa; Arab dan Inggris, dapat didownload di sini (http://media.rasoulallah.net/our_library/alagr.pdf), dll.
[7] Sebagian ulama menafsirkan dzikir/mengingat Allah yang dimaksud dalam ayat ini dengan ‘shalat’.
[8] HR. Muslim, no. 245.
[9] HR. Muslim, no. 234.
[10] HR. Muslim, no. 234.
[11] HR. Bukhari, no. 5015.