Mukjizat Nabawiyah,Pendapat di antara orang yg ceroboh

Pertanyaan:   (1/2)

Kami sedang berbincang-bincang dalam suatu  majelis  tentang Nabi  saw.  dan  mukjizat-mukjizatnya sehubungan dengan hari kelahirannya,  dan  tanda-tanda   yang   terjadi   menjelang kelahirannya   yang  banyak  diceritakan  dalam  kitab-kitab cerita Maulid yang biasanya dibaca  di  berbagai  negara  di setiap menjelang datangnya bulan Rabiul Awwal.

Tetapi,   salah   seorang   hadirin  mengingkari  terjadinya peristiwa-peristiwa luar  biasa  ini  dan  mengingkari  pula mukjizat-mukjizat  nyata  dari  Rasulullah  saw. yang sering disebut-sebut atau  tercantum  dalam  kitab-kitab,  misalnya "telur  merpati  di  mulut  gua  ketika berlangsung hijrah," "pembuatan sarang laba-laba," "kijang yang berbicara  kepada beliau,"  "rintihan  batang  kurma  kepada  Nabi  saw."  Dan lain-lain yang terkenal diantara masyarakat Muslim.

Alasannya ialah, bahwa Rasulullah saw. Hanya  memiliki  satu mukjizat  yang  nyata yaitu Al-Qur'anul Karim, dan ia adalah mukjizat  akliah  yang   teristimewa   dibandingkan   dengan mukjizat-mukjizat para Rasul terdahulu.

Kami  harapkan  penjelasan  Al-Ustadz  tentang  masalah  ini dengan disertai dalil-dalil.

Semoga Al-Ustadz diberi umur panjang  bagi  Islam  dan  kaum Muslimin.

Jawab:

Pengingkaran tersebut, yang diceritakan olch Saudara penanya dari  salah  seorang  di  majelisnya,  sebagian  benar   dan sebagian lagi salah. Tidaklah semua mukjizat Rasulullah saw. yang nyata  dan  tersiar  di  antara  orang-orang  merupakan riwayat  yang  shahih  dan  benar,  dan  tidak juga semuanya salah.

Keshahihan dan kesalahan dalam masalah-masalah ini  tidaklah semata-mata  disebabkan  oleh  pendapat  atau hawa nafsu dan emosi, tetapi ditentukan oleh sanad-sanad.

Orang-orang  dalam  masalah  ini  -masalah   mukjizat   Nabi Muhammad saw. yang bersifat material- ada tiga macam:

Pertama:   Orang   yang  berlebihan  dalam  membenarkan  dan menjadikan sanad dan dalil  adalah  sesuatu  yang  tercantum dalam  kitab-kitab, apakah itu merupakan kitab ulama periode terdahulu maupun belakangan, yang menyaring  riwayat-riwayat atau  tidak,  yang  bersesuaian  dengan  pokok-pokoknya atau bahkan menyalahinya, dan  apakah  kitab-kitab  itu  diterima oleh para ulama peneliti atau tidak.

Yang  penting  hal  itu  diriwayatkan  dalam  sebuah  kitab, meskipun tidak diketahui pengarangnya, atau disebutkan dalam sebuah  kasidah  yang  berisi pujian terhadap Nabi saw, atau dalam kisah Maulid yang sebagiannya dibaca di  bulan  Rabiul Awxval setiap tahun dan sebagainya.

Ini pemikiran awam yang tidak perlu dibicarakan. Kitab-kitab itu berisi riwayat yang baik dan  buruk,  benar  dan  salah, shahih? dan palsu (dibuat-buat).

Peradaban  agama  kita  telah  tercemar  oleh para pengarang semacam  ini,  yang  menerima  "kisah-kisah  khayalan"   dan mengisi  lembaran  kitab-kitab  mereka,  meskipun  menyalahi riwayat yang shahih dan akal sehat.

Sebagian pengarang  tidak  memperhatikan  kebenaran  riwayat dari  kisah-kisah  ini  dengan  alasan tidak ada hubungannya dcngan penetapan hukum syariat,  baik  mengenai  halal  atau haram  dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila meriwayatkan mengenai  halal  dan  haram,  mereka  bersikap  keras  dalam menyelidiki  sanad-sanad, mengkritik para rawi dan menyaring riwayat-riwayatnya.

Namun, apabila  meriwayatkan  tentang  amalan-amalan  utama, At-Targhib  wat-Tarhib,  misalnya  mukjizat  dan sebagainya, mereka pun menyepelekan dan bersikap toleran.

Ada pula  pengarang  yang  menyebut  riwayat-riwayat  dengan sanad-sanadnya - Fulan dari Fulan dari Fulan - tetapi mereka tidak memperhatikan nilai  sanad-sanad  ini.  Apakah  shahih atau  tidak? Nilai para rawinya, apakah mereka tsiqat (dapat dipercaya), dapat diterima,  lemah  tercela,  atau  pendusta tertolak?  Mereka  beralasan  bahwa  apabila mereka menyebut sanadnya, maka mereka telah bebas dari  tanggung  jawab  dan terlepas dari ikatan.

Hal itu hanya cocok dan cukup bagi para ulama di zaman-zaman permulaan. Adapun di zaman-zaman  belakangan,  khususnya  di masa  kita  seperti  sekarang  ini,  maka  penyebutan  sanad tidaklah berarti  apa-apa.  Orang-orang  hanya  mengandalkan penukilan dari kitab-kitab tanpa memandang sanad.

Ini  adalah  sikap  mayoritas penulis dan pengarang di zaman kita  ketika  mereka  mengutip  dari  Tarikh  Thabari   atau Thabaqat Ibnu Sa'ad dan lain-lain.

Kedua:  Orang  yang berlebihan dalam menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat  dan  tanda-tanda  alamiah   yang   nyata. Alasannya  dalam hal itu ialah, bahwa mukjizat Nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur'anul Karim.

Didalamnya terdapat tantangan agar orang-orang  mendatangkan (membuat)  Al-Qur'an  seperti  itu, sepuluh surat atau cukup satu surat saja yang seperti itu.

Tatkala kaum  musyrikin  minta  dari  Rasulullah  saw.  agar mengeluarkan     tanda-tanda     alamiah    supaya    mereka mempercayainya, maka turunlah ayat Al-Qur'an yang menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan mereka.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan   mereka   berkata,  'Kami  sekali-kali  tidak  percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air  dari  bumi  untuk kami'."(Q.s. Al-Isra':90).

"Atau  kamu  mempunyai  sebuah  kebun kurma dan anggur, lalu kamu  alirkan  sungai-sungai  di  celah  kebun  yang   deras alirannya. " (Q.s. Al-Isra':91).

"Atau  kamu  jatuhkan  langit  berkeping-keping  atas  kami, sebagaimana kamu  katakan  atau  kamu  datangkan  Allah  dan malaikat-malaikat   bertatap   muka   dengan   kami."  (Q.s. Al-Isra':92).

"Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas atau  kamu  naik ke  langit.  Dan  kami  sekali-kali  tidak  akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami  sebuah  kitab yang kami baca. Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini  hanya  seorang  manusia  yang  menjadi  Rasul'."  (Q.s. Al-Isra': 93).

Di   tempat  lain,  Allah  menyebut  hal-hal  yang  mencegah turunnya tanda-tanda alamiah  yang  mereka  usulkan.  Firman Allah swt.:

"Dan  sekali-kali  tidak  ada  yang  menghalang-halangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda  (kekuasaan  Kami), melainkan  karena  tanda-tanda  itu  telah  didustakan  oleh orang-orang yang  dahulu.  Dan  telah  Kami  berikan  kepada Tsamud   unta  betina  itu  (sebagai  mukjizat)  yang  dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan  Kami tidak    memberi    tanda-tanda    itu    melainkan    untuk menakut-nakuti." (Q.s. Al-Isra': 59).

Dalam  surat  lain   Allah   menolak   permintaan   turunnya tanda-tanda  yang  lain  dengan  mengatakan  bahwa Al-Qur'an sendiri sudah cukup untuk menjadi tanda bagi Muhammad saw.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan apakah tidak cukup bagi mereka  bahwasanya  Kami  telah menurunkan   kepadamu   Alkitab   (Al-Qur'an),   sedang  dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur'an)  itu terdapat  rahmat  yang  besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Ankabut: 51).

Hikmah Ilahiah  telah  menghendaki  mukjizat  Muhammad  saw. merupakan mukjizat akliah dan moral, bukan mukjizat kongkrit dan material. Hal itu dimaksudkan supaya lebih layak  dengan kemanusiaan setelah melewati tahap-tahap masa kanak-kanaknya dan lebih layak dengan tabiat risalah penutup yang kekal

Mukjizat-mukjizat nyata berakhir begitu ia  terjadi.  Adapun mukjizat akliah, ia akan tetap kekal.

Hal  itu dikuatkan oleh hadis dalam Shahih Bukhari dari Nabi saw, beliau bersabda:

"Tidak ada seorang  Nabi  diantara  Nabi-nabi  yang  diutus, melainkan  ia  diberi  tanda-tanda  (mukjizat) dan kepadanya manusia beriman, tetapi apa yang diberikan  kepadaku  adalah wahyu  yang  diturunkan  Allah  kepadaku. Maka, aku berharap menjadi Nabi yang terbanyak pengikutnya diantara mereka pada hari Kiamat." (H.r. Bukhari).

Bersambung Bg 2